Untuk nada pagi yang kau sisipkan dalam harapan.
Entah kenapa aku memaksakan pikiranmu harus sama dengan pikiranku. Hatimu sebagian dari hatiku, dan sifatmu menjadi satu dengan kepribadianku. Berharap kita adalah bintang jatuh itu, yang selalu menjatuhkan sebuah harapan demi mengejar cita. Masih ingat bukan? Saat hari pertama kita datang dalam sebuah keajaiban. Bagaimana sang waktu yang bekerja sama dengan jarak untuk mengelabui kita. Bagaimana aku terbaring lemah tanpa daya walau sekedar berjalan keluar. Iya..Kebetulan aku sedang sakit. Kebetulan aku tidak dapat masuk sekolah. Kebetulan ada dirimu. Kebetulan ada sebuah pertemanan. Kebetulan ada pendaftaraan Kuliah negeri. Kebetulan aku di terima. Dan segala kebetulan bernama kodrat.
Hingga aku berada disini. Ladang ilmu yang seharusnya dapat kupetik. Tentang apa penamaan dari sebuah cita-cita yang beriringan dengan proses. Apa itu sebuah pertemanan yang membingungkan apakah bernama kesuksesan atau menjatuhkan. Aku terlalu lama disini, sampai tersadar aku tidur terlalu lama atau bangun terlalu lama.
Hingga suatu kehilangan mengingatkan aku. Bahwa kehidupan tak pernah ada tanpa kita mensyukurinya. Tentang rasa syukurku yang dari lama tak pernah tergugah. Rasa nikmat yang disajikan dalam paket kesehatan, ketenangan, rasa memiliki, kemampuan dan sejuta lebih rasa yang tak pernah tergambar. Aku lama menyiakan.
Bagaimana kita mencipta dosa lebih dari semua kemudahan. Sepuluh menit bersujud selalu lama dibanding dua jam bergejolak dengan nafsu. Satu ayat akan tetap sulit dibanding air damai. Percayalah hingga hidupmu yang tak berguna akan memaksakan jasad dan jiwamu bergejolak. Aku ingin hidup normal. Dalam damaimu setiap pagi. Dalam serpih nafas kebesaranMU. Setidaknya aku belajar untuk memulai dari awal. Menjemput damaiku sendiri.
Entah kenapa aku memaksakan pikiranmu harus sama dengan pikiranku. Hatimu sebagian dari hatiku, dan sifatmu menjadi satu dengan kepribadianku. Berharap kita adalah bintang jatuh itu, yang selalu menjatuhkan sebuah harapan demi mengejar cita. Masih ingat bukan? Saat hari pertama kita datang dalam sebuah keajaiban. Bagaimana sang waktu yang bekerja sama dengan jarak untuk mengelabui kita. Bagaimana aku terbaring lemah tanpa daya walau sekedar berjalan keluar. Iya..Kebetulan aku sedang sakit. Kebetulan aku tidak dapat masuk sekolah. Kebetulan ada dirimu. Kebetulan ada sebuah pertemanan. Kebetulan ada pendaftaraan Kuliah negeri. Kebetulan aku di terima. Dan segala kebetulan bernama kodrat.
Hingga aku berada disini. Ladang ilmu yang seharusnya dapat kupetik. Tentang apa penamaan dari sebuah cita-cita yang beriringan dengan proses. Apa itu sebuah pertemanan yang membingungkan apakah bernama kesuksesan atau menjatuhkan. Aku terlalu lama disini, sampai tersadar aku tidur terlalu lama atau bangun terlalu lama.
Hingga suatu kehilangan mengingatkan aku. Bahwa kehidupan tak pernah ada tanpa kita mensyukurinya. Tentang rasa syukurku yang dari lama tak pernah tergugah. Rasa nikmat yang disajikan dalam paket kesehatan, ketenangan, rasa memiliki, kemampuan dan sejuta lebih rasa yang tak pernah tergambar. Aku lama menyiakan.
Bagaimana kita mencipta dosa lebih dari semua kemudahan. Sepuluh menit bersujud selalu lama dibanding dua jam bergejolak dengan nafsu. Satu ayat akan tetap sulit dibanding air damai. Percayalah hingga hidupmu yang tak berguna akan memaksakan jasad dan jiwamu bergejolak. Aku ingin hidup normal. Dalam damaimu setiap pagi. Dalam serpih nafas kebesaranMU. Setidaknya aku belajar untuk memulai dari awal. Menjemput damaiku sendiri.