Selasa, 29 Desember 2009

RIndu

Sini dekap aku dalam malam, karena aku letih akan perjuangan.

Kamis, 24 Desember 2009

Pena Hati


Karena belum tentu semua manusia dipercaya dan sebagian berkata bahwa pena dan kertas mampu mengusir duka terdalam dalam relung jiwa”

Wanita sering mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan dalam kehidupannya, baik di lingkungan rumah tangga maupun keluarganya. Hal ini telah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia. Demikian pula yang terjadi di Indonesia. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut antara lain :perkawinan paksa, poligami tanpa persetujuan istri, perceraian sepihak tanpa ada keadilan bagi si istri dan anak, eksploitasi wanita sebagai objek seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KDRT inilah yang menjadi bagian terbesar dalam tindak kekerasan pada wanita yang dilaporkan. Pada umumnya masyarakat menganggap KDRT merupakan masalah pribadi yang tidak perlu dicampuri oleh orang lain. Namun karena jumlahnya besar dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) maka KDRT harus ditanggulangi.
Kita bukan manusia buta dan tuli, sehingga kuharap telinga dan hati kita tidak kebal menghadapi segala bentuk permasalahan yang tentu saja mengiris relung kemanusiaan kita. Bagaimana seorang TKW disiksa dan setelah pulang menjadi gila, atau seorang suami yang tega dengan santainya menyiramkan air panas di tubuh istrinya sendiri. Mari kita rasakan penderitaan mereka dan menulis sebait solusi.
kami menawarkan alternatif solusi yang dapat membantu menangani stres atau gangguan jiwa. Yaitu dengan terapi menulis, tentunya hal yang sangat mudah dilakukan. Bisa menggunakan media kertas, elektronik atau menyempatkan menulis peristiwa dalam buku harian. Karena dengan menulis kita dapat meluapkan semua uneg-uneg tanpa harus takut ada yang mengetahui. Mengungkapkan apa yang belum berani kita ungkapkan, dan menyuarakan nyanyian dalam hati kita.

Menurut Karen Baikie, seorang clinical psychologist dari University of New South Wales, menuliskan peristiwa-peristiwa traumatik, penuh tekanan serta peristiwa yang penuh emosi bisa memperbaiki kesehatan fisik dan mental. Dalam studinya, Baikie meminta partisipan menulis 3-5 peristiwa yang penuh tekanan selama 15-20 menit. Hasil studi menunjukkan, mereka yang menuliskan hal tersebut mengalami perbaikan kesehatan fisik dan mental secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang menulis topik-topik yang netral. Masih menurut Baikie, terapi menulis ekpresif ini akan meningkatkan kadar stres, mood negatif, gejala-gejala fisik, serta penurunan mood positif di tahap awal. Akan tetapi, terang dia, dalam jangka panjang, banyak studi yang telah menemukan bukti mengenai manfaat terapi menulis bagi kesehatan. Para partisipan melaporkan merasa lebih baik, secara fisik maupun mental. Sementara itu: menulis, terang peneliti James Pennebaker dari Universitas Texas, bisa memperkuat sel-sel kekebalan tubuh yang dikenal dengan T-lymphocytes. Pennebaker meyakini, menuliskan peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan akan membantu Anda memahaminya. Dengan begitu akan mengurangi dampak penyebab stres ini terhadap kesehatan fisik Anda.

Adapun manfaat dari menulis menurut penulis Ikarowina Tarigan adalah :
1. Menjernihkan pikiran dan perasaan
Bila seseorang sedang mengalami keterpurukan maka luangkan waktu beberapa menit saja untuk menuliskan semua pikiran-pikiran dan emosi. Tidak perlu di edit, dan rasakan apa yang terjadi. Seseorang akan semakin mengenal internal dirinya dan merasa lebih baik.
2. Mengenal diri lebih baik
Dengan menulis secara teratur, seseorang akan lebih memahami apa yang membuatnya gembira dan percaya diri. Seseorang juga akan semakin memahami situasi dan orang-orang yang bisa meracuni dirinya. Informasi ini akan sangat penting bagi kesehatan emosional seseorang.
3. Mengurang stres
Menulis mengenai kemarahan, kesedihan serta emosi menyakitkan lainnya bisa membantu meredakan intensitas perasaan negatif itu sendiri. Dengan begitu, seseorang akan merasa lebih tenang dan tetap manjalani hidup dengan lebih baik.
4. Memecahkan masalah lebih efektif
Biasanya kita memecahkan masalah dengan menggunakan otak kiri, perspektif analitis. Tapi, kadang-kadang kita bisa menemukan jawaban dengan melibatkan kreativitas dan intuisi otak kanan. Menulis akan membuka kemampuan-kemampuan lainnya dan memungkinkan hadirnya solusi baru yang bisa memecahkan masalah.
5. Mengatasi kesalahpahaman dengan orang lain
Ketidaksepahaman yang tidak bisa dipecahkan dengan kata-kata ucapan bisa diselesaikan melalui tulisan. Dengan menulis, seseorang akan lebih bisa memahami poin masing-masing. Dengan begitu, seseorang bisa menemukan resolusi yang lebih tepat.
Lalu apa yang kita tunggu, mungkin artikel semacam ini ribuan dan ini hanya tentang sebuah coretan yang tak berguna. Tapi bukankah ini tentang sebuah rasa. Bagimana kita manusia diajak untuk sling berbagi bahagia dan sukur-sukur mau berbagi duka.

Empat tahun silam, saya terkapar sakit selama kurang-lebih tiga bulan. Kondisi saya begitu lemah, bahkan lebih parah daripada sewaktu keguguran, sehingga saya merasa sulit untuk bertahan dan hampir menyerah. Seorang kerabat dekat berkata, “De, kalo kamu punya beban pikiran atau masalah..jangan dipendam. Tulis buku harian, tuangkan isi hati kamu lalu robek-robek biar nggak ada yang tahu.” Buku harian, yang sempat menjadi sahabat karib saya semasa remaja, raib dari kehidupan saya setelah menikah. Bukan salah suami, ia tak pernah melarang saya sedikit berahasia dan berusaha menampung segala keluh-kesah setiap saat. Bukan pula salah rutinitas perkawinan. Saya hanya mengira tidak membutuhkan jurnal lagi. Saya gemar menulis surat pada diri sendiri. Tak ada yang hilang sampai sekarang. Bahkan, seperti kata dokter James W. Pennebaker dalam Ketika Diam Bukan Emas, saya merasa jauh lebih baik. Manfaat yang menjadikan saya kian cinta menulis ini membuat saya tak terlalu sulit merenungkan apa yang ingin saya tuturkan. Apapun bentuknya, menulis adalah sebentuk pembebasan jiwa dari tekanan-tekanan dan kepahitan yang tertelan di masa lalu. Alhamdulillah, suami sangat mendukung. Ia lebih suka saya menulis daripada minum obat-obatan yang jelas sudah mengikis ketahanan fisik saya. Dengan menulis, saya tak lagi kesepian. Saya dapat berbincang dengan diri sendiri kala suami tidak dapat mendampingi. Gangguan lambung kronis yang saya derita pun sudah jarang kambuh, kecuali bila terjadi kejutan-kejutan psikologis di luar kendali saya.“

Sabtu, 12 Desember 2009

only god knows why


Tadi malam, Tuan Setan curhat lagi, tentang banyak hal. Ia heran melihat banyak di antara kita, para manusia, yang memilih untuk “menyerah” dan “putus asa” menghadapi berbagai persoalan hidup yang mereka hidupi dan hidup yang ingin mereka hidup-hidupkan. Sebagian lain bahkan menjalani hidup dengan cara yang menurutnya sangat memalukan. “Belakangan ini para manusia menjadi semakin cengeng dan terlihat tolol!” Katanya kesal.

Ia berkali-kali mengurut dada, menggelengkan kepala, mencoba mengerti apa yang terjadi di sekelilingnya—ia tak mampu menyembunyikan rasa kesalnya. Rahangnya menguat, terdengar gigi-giginya gemeretak. Ia lalu mencontohkan seorang ayah yang tega membanting anaknya sendiri yang masih bayi sampai mati, seorang Ibu yang membawa serta dua anaknya bunur diri dengan membakar diri hidup-hidup, lelaki tambun yang mengakhiri hidupnya dengan terjun dari lantai delapan sebuah pusat perbelanjaan—semuanya karena persoalan ekonomi. Di sisi lain, mereka yang berkelimpahan harta lupa bagaimana caranya memaknai kemanusiaan; pejabat yang tega menghabisi uang rakyat, penegak hukum yang kian buta memaknai keadilan dan kebenaran. “Ini aneh!” Katanya. “Gue juga nggak gitu-gitu amat, bro!”

Ia membetulkan posisi duduknya. Tak lama berselang, ia bangkit menuju jendela. Menghela napas panjang. “Apa ini salahku? Seperti kata mereka.” Katanya lemas. “Rasanya, aku tak pernah secara spesifik meminta mereka berbuat sekeji dan sejahat itu. Mereka terlalu kreatif merespon godaanku, tafsir mereka terlalu liar atas apa saja yang kubisikan pada telinga mereka. Faktanya, aku hanya berkata, ‘Sahabat Super yang saya cintai, bangkitkan sisi negatifmu. Lalu lihat apa yang akan terjadi!’”

Sekali lagi, ia menggelengkan kepalanya. “Aku tak mengira efeknya separah ini!”

Saya bingung sendiri mendengarnya berkeluh kesah seperti ini. Lagi pula, benar juga apa yang dia bicarakan. Aku jadi ingat kata-kata sahabatku yang lain, Jalaluddin Rumi, “Manusia bisa lebih buruk daripada setan, juga bisa lebih baik melampaui malaikat.” Mungkin fenomena ini yang sekarang terjadi di sekeliling kita. Entah tanda-tanda apa ini. Mungkin kiamat memang kian dekat—atau kemanusiaan kita kian surut, lantas kita merasa biasa saja menyaksikan pembunuhan, melihat kejahatan, menatap ketidakadilan, melakukan kecurangan, kebohongan, penganiayaan, dan seterusnya.

“Sudahlah, Tuan Setan. Tak usah terlalu dipikirkan, yang penting kita tak melakukan itu.” Saya mencoba menenangkan.

Tiba-tiba, dia terlihat semakin marah. Wajahnya memerah, matanya membulat. Nyali saya tentu saja ciut melihatnya.

“Kau juga mulai sama saja, Fahd!” Bentaknya. “Aku tak pernah membiarkan teman-teman sesama setan berbuat hal yang tak semestinya mereka perbuat. Kami selalu setia pada karma. Kami tak ingin membiarkan sebagian di antara kami menjadi ‘salah’ dan kami diam saja. Itu prinsip. Tertulis jelas dalam undang-undang dasar yang melandasi setiap langkah dan perbuatan kaum setan. Kebenaran dan keadilan yang kau yakini adalah harga mati bagimu untuk kaubela dan kaujunjung tinggi tanpa kompromi!”

Saya tertunduk malu. “Ya, ya, sejujurnya saya juga sedih melihat banyak orang di sekeliling saya kian banal saja. Mereka seolah kehilangan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk, memilah mana keadilan dan pengkhianatan. Saya juga muak melihat keputusasaan yang menular, kepedulian yang memudar.”

“Baguslah kalau begitu.” Katanya.

Kami lantas berbincang soal banyak hal. Tuan Setan merasa sudah saatnya untuk pensiun dari tugasnya. “Manusia udah nggak asyik lagi.” Katanya. “Kalau semua sudah jahat dan keliru-keliru, lalu apalagi tugasku? Ini malah melebihi target yang diamanatkan undang-undang dasar setan.”

Hmmm… Barangkali benar, manusia sudah berada pada level yang jauh lebih buruk dari makna keburukan itu sendiri. Atau jangan-jangan, kita sudah tak mengerti batas antara kebaikan dan keburukan lantas melakukan apa saja hal-hal yang “melampaui batas”. Jauh sebelum hari ini, kita begitu kaget mendengar kabar seorang ayah yang membunuh anaknya sendiri. Tapi hari ini, kabar itu menjadi teman makan siang kita. Jauh sebelum hari ini, kita begitu bergidik melihat perselingkuhan seorang anak gadis dengan ayahnya sendiri, seorang ibu dengan anak lelakinya sendiri. Kini, semua itu biasa saja kita dengar. Oh, ada apa dengan kemanusiaan kita? Jauh sebelum hari ini, penguasa lalim, hakim yang berkhianat, pejabat yang bangsat, agamawan yang penipu, hanyalah bagian dari cerita dongeng yang membuat kita membenci mereka setengah mati. Kini, setiap hari kita bersitatap dengan mereka. Berbincang dengan mereka. Dan merasa biasa-biasa saja. Oh, ada apa dengan kemanusiaan kita?

“Bawakan gitar. Aku ingin bernyanyi.” Kata Tuan Setan menarikku dari lamunan.

***

I’ve been sittin’ here
Tryin’ to find myself
I get behind myself
I need to rewind myself
Lookin’ for the payback
Listen for the playback
They say that every man
Bleeds just like me

And I feel like number one
Yet I’m last in line
I watch my youngest son
And its help to pass the time
I take to my pills
Its helps to ease the pain
I made a couple of dollar
Bills still I feel the same

Ya, saya mengenal lagu itu. Only God Knows Why dari Kid Rock dalam album Devil Without a Cause. Lagu favorit Tuan Setan. Sejujurnya, ini agak aneh. Lagu itu biasanya dinyanyikan saat Tuan Setan sedang sangat sedih. Saat ia menyesali dirinya sendiri. Apakah kabar-kabar buruk yang berseliweran belakangan ini membuatnya benar-benar sedih dan gundah? Ya, ya, bisa saja. Saya juga terlampau sedih dan gundah mendengarnya.

Bahkan di saat-saat yang terburuk, seseorang yang kautuduh Si Tuan Keburukan ini, tak melakukan hal-hal yang terlalu buruk—ia tak memutuskan bunuh diri atau membunuh anaknya sendiri, bukan? Ia tak “menatap keluar” sebagai musabab kesalahan. Ia menatap dirinya sendiri dan mencoba memperbaiki semuanya. Ia tak menyerah dan takluk, ia mencoba untuk terus menerus bangkit, bersabar, dan bertahan—tiga sifat yang kita curigai tak pernah dimiliki setan atau orang-orang jahat.

Tuan Setan berhenti sejenak. Ia lupa meneruskan pada kunci apa kord-nya harus dilanjutkan. Saya tak berani menyela. Ia sedang serius. Tak lama kemudian ia bernyanyi lagi.

Everybody knows my name
They say it way out loud
A lot of folks f**k with me
It’s hard to hang out in crowds
I guess that’s the price you pay
To be some big shot like I am
Outstretched hands and one night stands
Still I can’t find love

And when your walls come tumbling down
I always be around
And when your walls come tumbling down
I always be around

People don’t know bout
the things I say and I do
They don’t understand about
The shit I’ve been trough
It’s been so long since
I’ve been home
I’ve been gone
I’ve been gone far way too long

Barangkali itulah salah satu alasan Tuan Setan melakukan hampir segala hal dalam sembunyi, ia sendiri sebenarnya malu atas apa yang pernah ia perbuat di masa lalu. Tapi kita? Kita seperti tak pernah mengerti makna rasa malu—berkali-kali berbuat kesalahan, kejahatan, kebohongan, kenistaan, pengkhinatan, perselingkuhan pun kita tak pernah memilih untuk sembunyi. Kita selalu “terlihat”. Cuek saja di hadapan banyak orang. Dan tak jarang kita merasa bangga atas kejahatan yang kita perbuat. Oh, ada apa dengan kemanusiaan kita?

Suara Tuan Setan tiba-tiba meninggi. Tapi terdengar kian serak dan bergetar.

Maybe I forgot all the things I’ve missed
Oh somehow I know there’s more to life than this
I said it too many times
And I still stand firm
You get what you put ini
And people get what they deserve

Ya, ya, ya. Diri kita sepenuhnya ditentukan oleh apa yang kita perbuat, dan setiap orang ditentukan sepenuhnya oleh apa saja yang mereka lakukan dalam hidup yang mereka hidupi dan hidup yang ingin mereka hidup-hidupkan. Itu saja soalnya. Beranikah kita mengambil jarak dari kejahatan-kejahatan, kebohongan-kebohongan, kesalahan-kesalahan, dan mulai melakukan apa saja yang benar, apa saja yang jujur. Sama sekali tak ada alasan untuk berkubang dalam kesalahan-kesalahan yang bodoh, sama sekali tak ada alasan untuk menyerah dalam lingkaran kebohongan dan pengkhianatan, sama sekali tidak. Sebab kitalah yang menentukan hidup kita sendiri, kitalah penguasa atas jiwa kita sendiri. Panjatlah tebing itu, lompatilah, jemputlah masa depan baru yang setia dan berpihak pada keadilan, kejujuran, dan kebaikan.

Still I ain’t seen mine
No I ain’t seen mine
I’ve been giving just ain’t gettin’
I’ve been walking that there line
So I think I’ll keep on walking
With my head held high
I’ll keep moving on and
Only God knows why



Biarlah Tuan Setan menjalankan tugasnya. Biarkanlah ia terus menggoda kita. Tapi, biarkan sampai di situ saja. Jangan sampai kita kehilangan kemanusiaan kita. Manusialah yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memilih yang baik atau yang buruk, kebaikan atau kejahatan, kebohongan atau kejujuran, pengkhianatan atau kesetiaan. Setan bahkan malaikat tak punya pilihan-pilihan itu.

“Aku sudah tak memiliki kesempatan untuk menjadi baik, Fahd.” Kata Tuan Setan di sela-sela nyanyiannya. “Only God, only God knows why… Only God knows why… Tapi aku ingin memberikan kesempatan pada manusia untuk meraih kebaikan paling sempurna, yakni ketika mereka mampu melampaui godaan dan ajakanku, mengabaikannya, dan menjemput kebaikan-kebaikan, kebenaran-kebenaran yang memang seharusnya mereka pilih. Itulah tugasku, menjaga gawang keburukan. Itulah tugasku, only God knows why… Aku ditugaskan untuk menyempurnakan nilai kebaikan. Berseberangan dengan-Nya adalah suatu kehormatan bagiku. Sebab hanya dengan begitu yang baik akan semakin terang benderang dan jelas untuk kalian pilih. Sekarang, semua terserah kalian.”

Saya menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Ada yang bergetar dalam dada. Memang benar sepertinya. Tak ada alasan lagi untuk menunda memosisikan diri sebagai tuan bagi diri kita sendiri. Kitalah yang memilih melakukan kebenaran atau kejahatan, bukan siapapun. Oh, sudah saatnya kita menemukan kembali kemanusiaan kita. Bila kejahatan-kejahatan dan keburukan-keburukan yang selama ini ada di sekeliling kita adalah hasil akumulasi dari kejahatan-kejahatan dan keburukan-keburukan pribadi, sudah saatnya kita mengubahnya. Mulailah memilih segala yang baik dan yang benar dari diri kita sendiri, biarkan semua itu terus-menerus terakumulasi; lalu lihat apa yang akan terjadi!

Tuan Setan sudah menghilang tiba-tiba dari hadapan saya. Diam-diam saya ingin melakukan kebaikan pertama malam ini dengan berkata tulus padanya, “Terima kasih, Tuan Setan.” Dan kebaikan kedua? Saya menuliskan “curhat” ini buat kalian—semoga benar-benar menjadi kebaikan.

( menyampaikan pesan sang setan , AD)



Xoxo,

Fahd Djibran
Penulis buku Curhat Setan (GagasMedia, 2009)

..............................


Lama-lama menahun telah menambah umur mereka. Tapi anehnya setiap Bertambahnya umur, mereka menyelamatinya dan merayakannnya. Entah apa yang disebut tradisi atau pembodohan kami tidak mengerti.

Untuk emak dan bapak di kampoeng.

Saya semakin sadar waktu telah mengikis kekuatan jasad kita, dan kenapa juga terkadang semua beranggapan waktu juga menambah kuatnya jiwa kita. Menambah getir sikap terhadap masalah atau menambah bagian hati menjadi pembijakan mendekati sempurna. Tapi semakin aku merengkuh waktu aku semakin sadar, bahwa ada jarak halus yang menunjukkan kata kehilangan. Ada sentuh lembut yang mengajarakan bahwa suatu saat jasad akan memisahkan kita dan suatu saat dilanda hancur kebimbangan mengingat sebuah kehilangan. Aku masih sangat sadar sekarang,bahwa kehilangan itu pasti dan jangan sampai harapan dibawa mati. Tapi apakah hanya itu, apakah hanya nyanyian itu saja yang harus kita pegang., tidak kan ?. Bukankah Kita terpaksa sadar menerima rahasia waktu, kita harus belajar terjatuh dengan betapa angkuhnya sikap waktu. Sepeti dirimu yang begitu senangnya menanti waktu cepat berlalu dan dalam satu sisi waktu akan membuatmu semakin kehilangan, membuatmu semakin menyadari kita tidak bias menjauhi batas waktu. Mendekati batas mimpi yang sama dengan sebuah kebohongan.

Kamis, 10 Desember 2009

sisi buruk


Jika engkau bercerita tentang mimpimu malam ini dan hembus nafas yang berat untuk melengkapi hidupmu kala pagi. Setiap mereka yang merasa dalam jalur putih dan jalan tuhan senantiasa bersamanya itulah kebaikan. Dia membusungkan dada sambil menatap kita dengan angkuh dan berkata “ hey kamu, sungguh engkau tak masuk surga “. Saya dan surga, lucu orang-orang ini. Bukankah kita sudah nyaman di neraka, lalu untuk apa mengidamkan surga. Kita sudah nyaman dalam kerak panas bumi lalu untuk apa kau pamerkan hawa sejuk bahagia.

Kami sisi buruk Cuma butuh di dengar, agar suatu saat kamu sadar bahwa kami memang tidak pada jalur kebenaran. Dan kamu yang takut ke neraka bisa merayap menjauhinya..M-E-N-J-A-H-U-I-N-Y-A

Jumat, 04 Desember 2009

ALMARHUM DAMAI

Aku bahagia menorehkan nama itu disini. Senyatanya seperti sidik jari mereka yang tak pernah sama semakin menegaskan bahwa aku tak pernah takut untuk berbeda. Bila mereka bertanya tentang tujuan hidup dan mereka bercerita bagaimana mempertahankan teman, harta, bahagia dan suka maka aku akan ikut tersenyum untuknya.

Berbisik halus dalam telinga masing-masing dan mengatakan dalam diriku sendiri. Entah siapa yang mau berkunjung, yang mau berbagi dan berkawan dengan kecil ini patut dihargai. Bukan dengan uang, tapi hanya cukup dengan tali halus kasat mata yang mengubungkan hatimu dan hatiku. Sungguh tak perlu biaya bukan. Kecuali jika kamu terpaksa pergi ke warnet orang atau membayar tagihan apa saja yang bisa menumpang pikiranmu untuk mampir kesini.

Dari dulu sebelum kata mulai berdansa dalam pikiranku dan dari ketidakmampuan hati untuk memendam khayalan ini aku sungguh memutuskan. Bahwa jasad tak perlu terkenal, menarik dan menjual. Bahwa jasad adalah apa yang tak bisa dinilaikan untuk sebuah pikiran dan hati nurani. Sampai kapanpun kuharap dansa kata di hatiku tak pernah hilang. Sekalipun mungkin tak lama lagi tapi kamu masih bisa bercakap disini. Seakan orang yang kamu ingin temui tak pernah ada tapi dia mau bicara dan bercerita denganmu. Mungkin dengan ini…

Almarhum damai bukan lahir karena tidak pernah bersyukur. Bukan karena omongan orang yang harus tampak nyentrik atau apa. Tapi dia hanya berbusana dalam kesederhanaan. Saat tanah mulai menampung jasad yang terbungkus kain duka dan air mata yang sungguh bila 1 juta air mata manusia tak pernah habis untukknya. Dia tak ingin dunia, tapi kenapa tuhan semakin membuat dia bertanya untuk apa hadir di dunia. Dia ingin menghilang, tapi entah kenapa bumi masih menerimanya berpijak dalam poros gravitasi waktu yang semakin membuat orang menyalahkan masa lalu.

Dalam senandung pagi dialah yang masih memberikan harapan. Bahwa kepada malam dititipkan doa agar matahari masih mau menyengat kulitnya dan sang mama mau menunjukkan jalan yang digaris bawahi dalam labirin masa.

 

Best view with Mozilla Firefox