Senin, 28 Juni 2010

SBY dan DPR Dengarkan suara ini

Mungkin ini berita lama, dan saya juga tanpa sengaja menemukannya saat browsing. Tapi, saya benar-benar merasa prihatin dan ingin membagi kepada teman-teman bahwa betapa beruntungya kita.





Pamekasan (beritajatim.com) – Sabtu siang, (19/6/2010), terik matahari menyengat di Kampung Lebak Barat, Desa Tlonto Raja, Kecamatan Pasean, Pamekasan. Panas dan gersang biasa terjadi di kampung itu setiap kali masa puncak kemarau datang.

Puluhan warga kampung itu berkumpul di sekitar rumah Nyi Siti Rahmah (85) yang reot. Dinding rumah itu terbuat dari anyaman bambu dan seng, lantainya tanah, tampak kumuh, tak terawat, dan tidak layak huni.

Ya, rumah gedek mulai reot berukuran 2×2 meter itu, dihuni oleh nenek tua yang setiap harinya menangis tanpa harus berdenting keras. Jika rasa lapar sudah datang, Siti Rahmah hanya mengeluarkan air mata. Air mata itu tak berharga menurutnya.

Ia sudah bosan, dengan kondisi karena tidak ada satupun orang yang datang untuk peduli pada kehidupannya. Puluhan tahun, nenek yang tidak punya anak dan keluarga ini hanya menghabiskan waktu bersama dingin malam dan tumpukan sampah yang berceceran di lantai rumahnya.

Tak salah jika wajah Siti Rahmah terlihat suram. Bicaranya pelan saat menerima tamu yang tiba-tiba berkunjung. Dia kebanyakan menunduk menatapi tanah liat keras menghitam yang menjadi lantai rumahnya. Beberapa kali dia menggosok-gosok plastic yang dia duduki. Sesekali, Siti memerbaiki sarung yang dipakainya dan dengan kaku menatap tamunya

“Jika lapar, saya hanya menangis, Jika ada orang yang memberi uang, saya belikan nasi. Hanya nasi. Hanya Nasi. Hanya Nasi,” kata Siti Rahmah, sembari mengeluarkan air mata.

Banyak orang yang bilang Jakarta itu kota metropolitan yang kejam. Sampai sekarang pun pemikiran seperti itu tetap sama, ketika pagi-pagi dikejar waktu, puluhan bahkan ratusan orang harus kejar-kejaran dengan bus kota, hingga mengikhlaskan kaki berdiri untuk sampai pada tujuan.

Dibalik itu semua, mereka hanya tinggal di rumah kumuh dengan tumpukan sampah di sekitarnya. Kondisi itu juga terjadi di Pamekasan. Tidak sedikit, mulai dari anak-anak kecil hingga nenek tua hidup dengan rumah reot dan kumuh.

Mungkin ini berita lama, dan saya juga tanpa sengaja menemukannya saat browsing. Tapi, saya benar-benar merasa prihatin dan ingin membagi kepada teman-teman bahwa betapa beruntungya kita.


Kalau mau jujur melihat akar permasalahan, kehidupan Siti Rahmah tak lepas dari kemiskinan yang masih membelenggu sebagian besar rakyat. Bayaknya rakyat yang antri pada setiap pembagian zakat atau sembako yang dilakukan segelintir orang kaya, menandakan bahwa masih banyak kaum miskin ada di sekitar kita. Kalau tingkat kesejahteraan hidup mereka sudah baik, tidak mungkin mereka “mbelani” untuk mendapatkan uang yang hanya Rp 20 ribu. Ini merupakan potret nyata kemiskinan masih banyak ditemui di negeri ini.

Yanto, warga setempat mengaku kehidupan Siti Rahmah di perkampungan warga sangat memprihatinkan. Dia berharap, Siti Rahmah bisa diterima, meski tanah yang ditempatinya saat ini bukan miliknya sendiri. “Tidak sedikit, orang yang lewat memberikan uangnya. Tidak sedikit, orang yang melihat Siti Rahmah menangis. Nenek tua yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan sering menangis jika lapar menerpa,” pungkasnya. [san/kun

Sabtu, 19 Juni 2010

Canda


Kukira saat matahari terbit menggatikan malam semua akan berubah. Sedihmu yang tertinggal di kerak hati akan dikikis bahagia pagi. Dan sakit yang menyapa jasad akan di sapu canda. Tapi ternyata kesadaran itu masih menyapa. Bercerita bahwa ketabahan akan menghasikan kebahagiaan dan sepertinya menanti pagi tak ubahnya harus menikmati malam. Aku bingung memulai dari mana, dari yang sakit dahulu beryukur untuk sehat atau dari sehat dahulu bersyukur untuk sakit. Sungguh semalam ini aku tak jua menanti jawabannya.

Seharusnya pagi tadi langkah kakiku sudah berpindah kota. Berencana akan berdansa sampai pagi tiba. Toh, tuhanlah master perencanaan. Tapi aku yang berharap dia berkuasa, mau apa?. Sayangku jasadku, sudahlah tak jua kau terima bahagia. Tapi semaknanya kaulah yang rela memberinya. Bukankah dari kepercayaan kita semakin takjub bahwa semakin kita memberi semakin kita menerima. Sedang lagi-lagi saya bingung. Berencana memberi lebih banyak untuk menerima lebih dari banyak, atau menunggu banyak penerimaan agar lebih dari sekedar memberi.

( foto dari google)

Jumat, 11 Juni 2010

Hujan

yang kau bagi dalam hujan adalah rindu. Karena aku mendekapmu erat di malam pertama kita..saat aku mulai memilih, aku sadar bnyak konsekuensi terjadi. Entah apa namanya itu, tp aku lebih suka menyebutnya pilihan. Bagaimana tidak, kamu yang sebentar lagi menjadi sarjana dan aku mahasiswa..mendekap erat perbedaan adalah doa. Karena ku percaya hujan menyatukan kita. Memberi nada dan menemukan kisah baru kelak.
Aku masih mendengar petir menyapa. Menjadi saksi kita yang basah. Dimana riak kaki menari dalam lagu tawa. Karena masih kuingat tatapan takutmu. Ketika petir berteriak lebih lantang dari teriakan bapakmu.
Ah, bukankah ini hujan. Kau tak usah membesarkannya. Tapi bagiku hari ini sangat lain. Ada anak kecil berjalan dilindungi payung. Dan di sekitar, para orang tua kelimpungan menyelamatkan harta dilanda banjir. Itu saja. Senyata mimpi di malam itu.
Aku sangat takut, sangat khawtarir. Langitkah yang tak bersahabat. Karena aku memandang langit malam menjadi terang seperti siang. Maaf tuhan, hujan begitu mengerikan. Tapi dia ajarkan segala hal

Sabtu, 08 Mei 2010

Katanya sih sempu


Ini tentang cerita 2 tahun lalu. Saat remaja masih ada dan dewasa sampai dimana. Perjalanan adalah sesuatu yang kusuka, sebenarnya hanya sebuah petualangan. Tanpa harus naik sepeda motor sendirian atau kendaraan milik pribadi. Karena bagiku jika kita pergi dengan cara tersebut, lalu apa bedanya dengan touring? Terserah, ini hanyalah sebuah pendapat.


Aku sendiri agak lupa tentang ceritanya, tapi akupun tak mengerti kenapa ada keinginan untuk menuliskan. Kupikir aku tidak ingin mati tanpa membagi sebuah cerita.

Malam yang indah, saat kami mulai membicarakan sebuah rencana. Entah rencana bodoh atau tentang sebuah harapan petualangan yang keren. Saat itu aku dan manteman berencana pergi ke sempu, ujung jawa timur yang konon berseberangan dengan samudra hindia. Aku tidak mengerti letak pasti geografisnya karena kalian bisa saja cari di peta atau google. Aku hanya membagi sebuah pengalaman karena terkadang hujan belum tentu mendamaikan.

Lewat debat kusir yang heboh dan sebuah argumen. Akhirnya diputuskan kita akan pergi ke segoro anakan di pulau Sempu propinsi Jawa timur. Yup, terdengar keren atau tentang sebuah pendapat dari debat bahwa pantai itu tidak bakal hujan. Yang benar saja, kami belum tahu atau kami yang terlalu bodoh. Padahal kita sadar ini Desember.


Pati di malam hari, Aku masih ingat aku pulang di jawa tengah. Dan kami janjian untuk bertemu di Malang. Lumayan jauh. Perjalanan 8jam dari pati sampai ke malang. Pukul 4.30 pagi aku sampai disana. Hawa dingin malang sudah akrab dan aku mampir untuk menunggu manteman dari Surabaya. Saat itu jam 11.00 mereka sudah datang dan cuaca hujan. Kami pun sudah siap berangkat. Sekitar 4 jam perjalanan. Tapi karena mampir sana-sini dan negoisasi harga kapal untuk menyebrang juga Kami baru ingat adzan maghrib kita baru masuk hutan.


Untuk sekedar tahu, bahwa segoro anakan adalah sebuah pantai yang ada di dalam pulau dan tercipta karena adanya sebuah karang yang bolong. Dimana ombak samudra masuk melalui pantai tersebut dan mencipta sebuah pantai kecil yang indah dikelilingi karang yang besar. Kayak film the beach gitu lah. Mungkin sdikit lebay juga.


Kita hanya membawa 2 senter, padahal semua berjumlah 10. Lumayan banyak dan sedikit gelap. Inilah sesuatu yang gila dmana kita semua belum pernah ada yang kesana dan sebuah penyesalan tertinggi. Ternyata pantai bisa hujan bahkan badai. 7 jam kami belum menemukan pantai dan 7 jam penuh cerita. Aku benar-benar merasa bahwa Tuhan begitu besar dan Kasur begitu enak walaupun Tidak empuk lagi. Bagaimana tidak, dengan kondisi tidur dengan baju basah dan alas tanah becek kita terhenti di jalan yang sempit. Pandangan depan adalah laut dan aku tidak tahu berapa kedalamannya.

Di malam yang dingin dan puncak rasa lelah kami putuskan beristirahat. Iya, kita tidur di jalan setapak. Jalan becek dan hujan badai yang begitu deras. Pikiran sudah kemana mana, Dan merasakan mati ada di dekat kita. Bagaimana tidak, lawong kita melihat badai di atas laut yang menari begitu perkasa. Badai yang membuat riak air semakin besar. Kamit takut dan aku menjawab iya.


Begitu beberapa lama, sampai aku benar-benar merasa waktu begitu lambat. Sampai aku benar-benar menanti cahaya mentari hadir besok di pagi hari. Tapi ternyata salah, badai memang agak berkurang. Tapi matahari tidak pernah hadir. Masih tetap sama. Hujan..


Kabar baiknya langit mulai terang dan kami bisa melihat laut depan kita ternyata agak dangkal. Dan sebelah sana adalah pantai. Luar biasa indahnya walau hujan masih menyapa. Terasa tak percuma hadir disini, walau waktu begitu menyusahkan.

Kami sepakat untuk istirahat di situ.Memasak dan makan mie. Begitu nikmatnya. Sampai ada manteman pecinta alam lain datang dan memberitahu kami. “ mas, mau nginep sini ta?, sebaiknya jangan mas, soale ini masih hujan. 2 hari ini juga badai terus seperti ini”. Kami pun mulai berpikir dan dengan sebuah pertimbangan akhirnya kami pun pulang. Walau dalam hati. Apa-apain ini. Dengan perjalan yang lama kita hanya menikmati alam sebentar saja. Tapi apa mau dikata ini hidup harus berjalan dan ini sebuha pilihan.


Perjalanan pulang

Ternyata jalan pulang tidaklah semulus apa yang kita pikirkan. Sisa hujan badai semalam membuat banjir sekitaran hutan yang menuju arah pulang. Bahkan saat kita pulang ada teman kita yang pendek sampai berenang untuk melewati daerah tersebut. Tidak lebay, karena ini desember kawan.

Perjalanan pulang lebih cepat, karena terang membatu kita dan hujan hanya datang rintik saja. Alhamdulilah, kita sampai di kapal yang di jemput pak kardi. Mungkin beliau tahu bahwa kita akan pulang. Bagaimana tidak hujan badai semalam membuat beliau khawatir.

Sial atau uji kesabaran aku tidak tahu. Tapi pemberitahuan bahwa kita tidak bisa pulang besok mulai terdengar. Longsornya jalan utama jado penyebabnya. Dan mau apa lagi?. Kita hanya menanti, menikmati hari dengan pelajaran.


“inilah hidup, terkadang apa yang kita pikirkan tidak sesuai kenyataan. Lalu mau apa, hidup harus tetap berjalan dan mengeluh bukan jawaban”

Salam rimba dan anak pantai



Rabu, 21 April 2010

Asap


Ku tidak tahu apa yang sebenarnya mereka tertawakan. Yang kutahu ada damai dalam hidupku saat ini. Entah sekarang ku melangkah kemana. Aku mungkin di titik yang salah. Tapi juga semakin kusadari bahwa aku tahu arti kebenaran, tanpa kata membenarkan atau sok benar. Aku ingin kembali hidup. Dalam lagu rindu damai asap putih ini. Aku ingin kembali mencinta, dalam jiwa raga yang fana ini.

Adakalanya kesepian menyapa, tapi kutahu keramaian tak akan menjadi jawaban. Terkadang begitu rindu kebahagian sampai sadar kesedihan itu ada. Anggap saja ini hikmah, Dimana kita hanya hidup dalam tempat persinggahan air yang penuh tipu daya. Kita bernafas untuk satu tujan, memiliki atau tak dimiliki.

Kapas-kapas itu terlalu tinggi jika angin meniupnya. Tapi aku sama saja melangkah di angan harapan. Setinggi bunga yang mati dalam rindu. Aku tak mengerti..

Sayang, tahukah kamu aku ada dimana?Aku dalam hatimu….

Sabtu, 06 Maret 2010

JEJAK


Saat engkau ingin mengetahui bagamaina masa lalumu dan kenapa kita sampai disini. Bukankah engkau seharusnya mengerti kawan, bahwa dialah yang menyadarkan engkau agar bangun lebih pagi. Dialah alasanmu berada di sini, dalam kawanan yang semestinya tidak pernah kau tahu akan dapat bersamanya.

Dia tak lekang selama kamu masih terdiam walau sejenak. Dia tak pergi walau engkau akan tetap mengingatnya. Dia hanya kesetian. Walau langkahmu akan tetap ke depan tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Dialah jejak….

Betapa setianya mereka kala malam. Saat kita merasa langkah kita harus berhenti sementara. Saat kaki kita berayun dengan rantai pemberat. Dan tak ada yang mau mendengarkan kita. Tak ada yang mau percaya pada kita dimana saat itu kita ingin dipercaya.

Kita menjadi 1 pembeda diantara satu juta yang sama dan engkau mulai tidak menyukainya. Tapi jejak melihatmu dalam balik awan dan berbisik “ jangan takut karena ku di belakangmu, tetaplah melangkah tapi jangan kembali kepadaku.”

Iya, tersadar betapa relanya dia. Rantai waktu yang tak mau mengikat kita terlalu lama. Dialah symbol setia. Pembelajaran pengalaman yang tak pernah putus. Baginya dialah langkah mata air tanpa henti. Karena mereka pembelajaran…mereka pemberitahuan…

Adakah kalian punya jejak?

Karena aku sedang mengingatnya

Minggu, 31 Januari 2010

Dunia


Tuhan, aku ingin bertanya padamu. Tentang iman yang diceritakan orang-orang bijak terdahulu. Bercerita soal sakitnya surga dan indahnya neraka. Tuhan, bolehkah aku bertanya padamu?. Kenapa harus cinta yang menyapa, dan sebagian tubuh ingin berbahasa. Apakah aku berdosa?
Dua orang itu tak pernah memaksa, berpendapat pun mungkin mereka tak berani. Baginya kaulah yang terbaik. Kaulah yang Maha. Satu dalam banyaknya cipta dan tak terbagi sampai nanti. Darimana aku berasal dan di bumi sapa aku berpijak mereka suruh aku berpikir. Tidak, mereka tidak Cuma suruh aku berpikr saja dan aku hampir lupa. Mereka juga suruh aku meninjau, Bahwa masyarakat akan memandang kita dengan sebutan apa. Ini timur katanya.
Kurasa aku bukan dewa sempurna. Sepercik kecil ketidak sempurnaanlah namaku. Berparas dosa dan mengidap tawa. Aku mencintaimu Tuhan dan mencintainya. Apakah aku boleh berbahasa?

Kamis, 28 Januari 2010

APA SAJA ASAL KAU SUKA


BAHAGIA…

Menatap lembut harimu pagi ini. Seakan kita telah menjalani kehidupan bersama. Dimana hitam tidak selalu berdampingan dengan kegelapan dan terang tak selalu menemani putih. Kita manusia biasa yang mencari bahagia. Membutuhkan sosok tawa dalam hari-hari penuh misteri. Ini hanya tentang waktu.

Tuhan yang terlalu baik memberi umur sampai sekarang. Tuhan yang begitu bijaknya memilihkan apa keinginan yang lebih pantas untukku daripada doa-doa kecil yang tidak pernah tahu kemana mereka akan berhenti. Aku sendiri bingung, adakah batasan nafsu dan keinginan yang tak pernah habis. Sampai kukuatkan hatiku untuk tetap menjalani jalan yang semakin sadar semakin menjauhkan aku dariMU.

Banyak tawa yang kau berikan banyak keinginan yang kau wujudkan. Tapi aku tetap sama, Hanya bersadarkan bahwa engkau maha baik dan maha bijak. Hanya sebatas berpikir. Tanpa pernah sadar aku semakin berlari dari yang disebut ajaran.

Apakah aku manusia. Yang dari awal kau ciptakan tak akan pernah menjadi sempurna. Yang dari awal kau takdirkan akan tergoda oleh harta, tahta dan wanita. Lalu kenapa engkau berikan?

Apakah agar kami sadar itu akan menjadi kekuatan asal kami semakin cepat menyadarinya. Tuhanku yang maha bijak. Alam yang tunduk padamu dan kami yang hanya buih kecil dalam samudra kebesaranmu. Ijinkan aku berlari sejenak, untuk kembali dalam jalan kebesaranmu. Jalan indah yang tak pernah habis akan usia. Jalan yang tak pernah hilang oleh alam. Ini tentang kita saja….

Jelas engkau yang lebih tahu……

Jumat, 22 Januari 2010

Januari


Kutatap dunia ini sambil berlari. Saat bersamamu bagai embun yang tak pernah mati. Sejalan dan sepahamkah kita. Aku mencoba peduli. Kawan, bukan aku ingin menyusahkan. Atau bagaimana keadaan yang sedih akan kutambahkan lagi dengan kecewa. Tapi aku hanya ingin membagi. Sedikit derita mereka dalam balutan megahnya duniamu.
Sungguh, ini sangat luar biasa. Partikel cahaya yang tertanama dalam benak pikir. Bahwa hidup tetaplah hidup, dan Uang juga segala tentangnya sedang mengancam kita. Apa guna kita mengendalikan jika ternyata realitas takdir lebih berkuasa. Tuhankah?
Mungkin disana lebih banyak keringat yang bercucuran bagai air terjun. Sedang harga kerja kerasnya tak sebanding dengan segala yang di dapat. Tapi di sisi lain mereka berencana, mereka bekerja dan mendapat lebih dari sekedar yang diinginkan tanpa membuat pusaran air lebih keras dan banyak seperti air terjun.
Ku hanya ingin mencoba mendengarkan apa yang dikatakan mereka. Terkadang aku merasa berdosa. Dari 3 bulan pagi yang kulewati mungkin aku hanya melengkapinya dengan lari pagi sekali. Lainya, Jangan Tanya. Bukankah pukul 4, 5 , 6 adalah waktu yang terlewatkan karena engkau sedang memulai tidur malammu. Lalu malammu kamu sedang apa ?
Sepeda tua yang renta itu ditahannya dengan tangan kiri. Mencoba mengangkat satu karung berisi botol bekas. Walau tanganya tak kekar, tapi dia tetap kuat mengangkatnya di sedel sepeda. Tergerakkah dia menolong?. Iya laki-laki kecil itu menghampiri. “ Kulo cepengake( pegangkan) bu ?”, sambil berkata dia langsung memegang karung berisi botol bekas itu. Lalu ibu itu malah berkata “ Arek sekolah masuk sampai kapan nak?”. “Akhir januari bu menawi”. Sang ibu menimpali, “ Ngene iki lo nak, beras larang, minyak larang. Padahal ibu oleh duit soko kono, Suwun yo le”. Tanpa berkata beliau berlari dan laki-laki itu melamun.
Kubelajar membacanya. Pikiran hatinya. Barangkali disana ada jurang perasaan yang dalam untuk semua. Jutaan manusia di dunia masih berada dalam batas seperti itu. Merekalah rantai kehidupan dalam suatu system. Jika kecil seorang guru mengajarkan bagaimana hewan mempunyai rantai makanan. Kukira manusia juga sama. Banyak ular sawah akan mati jika kodok hijau mulai juga dikomsumsi manusia. Mereka direbutkan 2 pihak dan tentu saja populasi kodok mulai hilang dengan berkurangnya sawah yang berganti dengan bangunan. Maka jangan salah jika ular turun ke jalan atau binatang harimau masuk desa. Bukankah seperti itu?
Manusia selalu bergantung pada manusia lain karena ia disebut makhluk sosial. Guruku berkata seperti itu dan sekarang kenapa aku tidak membantah bahwa manusia itu domino. Dia terkena efeknya dari semua kartu yang dimainkan orang lain. Ah, mungkin saja hanya sebagian manusia.
Mereka membeli makan dan minum di kampus—mereka memberi makan pedagang di kampus—mereka membuang botol kosong di sampah—mereka mengambilnya—mereka menjualnya—Mereka mendaur ulangnya—dan mereka?

Kamis, 07 Januari 2010

Buat ranie



“selamat pagi”, hal yang ingin selalu kuucapkan kepadamu. Mantra sakti hidupku saat aku mulai mengenal kehadiranmu. Tak terencana, tapi aku mengaggumi prosesnya. Bukan cantik bidadari atau lembut damai pagi. Tapi sebongkah berkah yang ingin selalu tinggal di hati. Kau tahu kenapa aku menuliskanmu disini, menetapkan namamu dalam pujaan, melafakan doa bahagiamu sampai mati. Akankah kau ingin tahu….

Akhir-akhir ini bukan aku mulai berbeda. Bukan aku tak mau memahami bahasa bahagiamu, atau mungkin cerita kecewamu. Atau jangan-jangan engkau berpikir bahwa aku sudah bukan yang dulu. Bukan laki-laki yang selalu rajin mengucapkan selamat pagi atau sekedar pengantar mimpimu kala senja. Hey, bukan itu….cobalah memahami.

Aku sendiri tidak pernah tahu pasti kata bahagia. Yang kutahu jika ada damai mungkin bahagia juga berada di sana. Tapi sejak batas akhir pendidikan benar-benar berhenti aku mulai merasa. Memang bukan salahku atau salahmu kenapa kita harus bertemu disini. Apalagi jika meneriakkan kata tidak adil pada masa lalu. Kenapa aku tidak niat kuliah dulu, kenapa aku sering bolos, pergi kemana saja. Tapi bagaimanapun semua berawal dari situ bukan?

Iya aku akan terlambat lulus. Jauh memang jaraknya dari keberhasilanmu dan aku pasti mendoakannya. Terkadang aku memang tak sanggup, kenapa masa lalu tak bisa disalahkan. Mungkin saja kita manusia diberi hak untuk memotong nadi waktu. Agar aku bisa memulainya…meniti awal kembali. Atau sukur-sukur menjadi lebih baik. Ah, aku hanya bercanda.

Masihkah kau ingat pagi itu. Saat matahari terbit di mata kita. Seakan kata sepakat terekam dalam pikiranmu dan pikiranku. Bahwa aku dengan bangga membual bahwa hubungan kitalah harapan itu, sepeti sunrise yang menetap dalam pikiran kita. A k u s e r i u s.

Aku benar dan aku sedang yakin. Dan kuharap kamu juga bahagia. Sekarang aku tak perlu ziarah kebahagiaan dengan memori kita. Tapi aku hanya ingin nitip doa buat Tuhanmu. Bahwa suatu saat jika engkau berganti status. Maka carilah yang terbaik, walau bukan namaku atau sosokku tak apalah. Asal kamu bahagia, walau bagiku apa itu bahagia mungkin aku tidak tahu. Atau semacam damai yang meyeruak di dirimu, mungkin saja itu bahagia^^

 

Best view with Mozilla Firefox