Jumat, 22 Januari 2010

Januari


Kutatap dunia ini sambil berlari. Saat bersamamu bagai embun yang tak pernah mati. Sejalan dan sepahamkah kita. Aku mencoba peduli. Kawan, bukan aku ingin menyusahkan. Atau bagaimana keadaan yang sedih akan kutambahkan lagi dengan kecewa. Tapi aku hanya ingin membagi. Sedikit derita mereka dalam balutan megahnya duniamu.
Sungguh, ini sangat luar biasa. Partikel cahaya yang tertanama dalam benak pikir. Bahwa hidup tetaplah hidup, dan Uang juga segala tentangnya sedang mengancam kita. Apa guna kita mengendalikan jika ternyata realitas takdir lebih berkuasa. Tuhankah?
Mungkin disana lebih banyak keringat yang bercucuran bagai air terjun. Sedang harga kerja kerasnya tak sebanding dengan segala yang di dapat. Tapi di sisi lain mereka berencana, mereka bekerja dan mendapat lebih dari sekedar yang diinginkan tanpa membuat pusaran air lebih keras dan banyak seperti air terjun.
Ku hanya ingin mencoba mendengarkan apa yang dikatakan mereka. Terkadang aku merasa berdosa. Dari 3 bulan pagi yang kulewati mungkin aku hanya melengkapinya dengan lari pagi sekali. Lainya, Jangan Tanya. Bukankah pukul 4, 5 , 6 adalah waktu yang terlewatkan karena engkau sedang memulai tidur malammu. Lalu malammu kamu sedang apa ?
Sepeda tua yang renta itu ditahannya dengan tangan kiri. Mencoba mengangkat satu karung berisi botol bekas. Walau tanganya tak kekar, tapi dia tetap kuat mengangkatnya di sedel sepeda. Tergerakkah dia menolong?. Iya laki-laki kecil itu menghampiri. “ Kulo cepengake( pegangkan) bu ?”, sambil berkata dia langsung memegang karung berisi botol bekas itu. Lalu ibu itu malah berkata “ Arek sekolah masuk sampai kapan nak?”. “Akhir januari bu menawi”. Sang ibu menimpali, “ Ngene iki lo nak, beras larang, minyak larang. Padahal ibu oleh duit soko kono, Suwun yo le”. Tanpa berkata beliau berlari dan laki-laki itu melamun.
Kubelajar membacanya. Pikiran hatinya. Barangkali disana ada jurang perasaan yang dalam untuk semua. Jutaan manusia di dunia masih berada dalam batas seperti itu. Merekalah rantai kehidupan dalam suatu system. Jika kecil seorang guru mengajarkan bagaimana hewan mempunyai rantai makanan. Kukira manusia juga sama. Banyak ular sawah akan mati jika kodok hijau mulai juga dikomsumsi manusia. Mereka direbutkan 2 pihak dan tentu saja populasi kodok mulai hilang dengan berkurangnya sawah yang berganti dengan bangunan. Maka jangan salah jika ular turun ke jalan atau binatang harimau masuk desa. Bukankah seperti itu?
Manusia selalu bergantung pada manusia lain karena ia disebut makhluk sosial. Guruku berkata seperti itu dan sekarang kenapa aku tidak membantah bahwa manusia itu domino. Dia terkena efeknya dari semua kartu yang dimainkan orang lain. Ah, mungkin saja hanya sebagian manusia.
Mereka membeli makan dan minum di kampus—mereka memberi makan pedagang di kampus—mereka membuang botol kosong di sampah—mereka mengambilnya—mereka menjualnya—Mereka mendaur ulangnya—dan mereka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Best view with Mozilla Firefox